- Surah-surah dalam Al-Quran dibedakan menjadi 2 berdasarkan tempat turunnya, yakni surah Makkiyah dan surah Madaniyah. Sesuai namanya, surah Makkiyah adalah surah yang diturunkan Makkah, sedangkan surah Madaniyah adalah surah yang diturunkan di Madinah. Lantas, apa ciri-ciri dan perbedaan kedua jenis surah tersebut?Dikutip dari laman MUI Online, meskipun disebut surah Makkiyah, tidak berarti seluruh ayat pada surah tersebut turun di Makkah. Begitu pula dengan surah Madaniyah, tidak berarti keseluruhan ayat pada surah tersebut turun di Madinah. Penyebutan di atas didasarkan pada mayoritas turunnya ayat dalam surah-surah tersebut. Artinya, sebagian besar ayat-ayat surah Makkiyah diturunkan selama periode Makkah. Demikian juga umum, penurunan Al-Quran berlangsung secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Para ulama membagi masa turunnya Al-Quran menjadi dua periode, yakni periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 13 tahun masa kenabian Rasulullah SAW. Surah-surah yang turun pada dalam waktu 13 tahun awal Nabi Muhammad menerima wahyu pertama di gua Hira tergolong surah Makkiyah. Sementara itu, periode Madinah dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun. Setelah hijrah, surah-surah yang turun pada kurun waktu itu disebut surah Madaniyah. Ciri dan Perbedaan Surat Makkiyah dan Madaniyah Untuk mengetahui perbedaan surah Makkiyah dan Madaniyah, perlu diketahui ciri-ciri kedua jenis surah umum, surah Makkiyah terdiri dari ayat-ayat yang pendek serta menjelaskan tentang akidah dan keimanan. Sementara itu, surah Madaniyah membahas tentang muamalah dan perkara Surah Makkiyah dalam Al-Quran Ciri-ciri surah Makkiyah di antaranya adalah sebagai berikut Surah Makkiyah didominasi oleh ayat-ayat pendek. Surah Makkiyah didominasi oleh pembahasan mengenai masalah akidah. Setiap surah yang di dalamnya mengandung ayat sajdah adalah surah Makkiyah. Setiap surah di dalamnya dinyatakan lafal "Kallâ" adalah surah Makkiyah. Lafal itu dinyatakan sebanyak 33 kali dalam 15 surah. Setiap surah yang didahului dengan panggilan "Yâ Ayyuhâ an-Nâs" Wahai Manusia atau "Yâ Banî Adam" Wahai Anak Adam. Setiap surah yang diawali dengan "Fawatih as-suwar" adalah surah Makkiyah. Setiap surah yang mengandung kisah-kisah Nabi dan umat terdahulu, kecuali kisah Adam dan Iblis yang disebutkan dalam surah Al-Baqarah adalah Makkiyah. Baca juga Apa 4 Fungsi Hadis terhadap Al-Quran dan Contoh Penerapannya Dalil-Hadis Bulan Muharram di Al Quran & Keutamaan Puasa Muharam Ciri-ciri surah Madaniyah dalam Al-Quran Berikut ini ciri-ciri surah Madaniyah dalam Al-Quran. Surah Madaniyyah didominasi oleh ayat-ayat yang panjang; Surah Madaniyah didominasi oleh pembahasan mengenai masalah sosial kemasyarakatan dan hukum; Lazimnya didahului dengan panggilan "Yâ Ayyuhâ al-Ladzîna Amanû" Wahai orang-orang yang beriman, kecuali pada tujuh tempat, antara lain Surah Al-Baqarah ayat 21 Surah An-Nisâ ayat 1 Surah Al-Hujurât ayat 13 Surah Al-Baqarah ayat 168 Surah An-Nisâ ayat 133 Surah Al-Hajj ayat 1. Pada ayat tersebut digunakan panggilan "Yâ Ayyuhâ an-Nâs" Wahai Manusia; Surah-surah Madaniyah menyebutkan tentang orang-orang munafik, kecuali surah Al-Ankabut. Dikutip dari buku Ulumul Quran 2011 yang ditulis Ahmad Izzan, cara mengidentifikasi ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah dalam Al-Quran tidaklah mudah. Ulama tafsir berusaha melakukan identifikasi dengan dua cara, yakni riwayat dan analogi hasil ijtihad qiyas al-ijtihad. Pertama, cara mengidentifikasinya didapatkan dari informasi para sahabat yang mengatakan tentang turunnya ayat-ayat atau riwayat tabiin yang mendengar langsung dari sahabat mengenai turunnya ayat-ayat Al-Quran tersebut. Kedua, tidak setiap ayat memiliki riwayat asbabun nuzul atau kejelasan tempat turunnya sehingga cara yang bisa ditempuh adalah memperhatikan ciri-ciri ayat Makkiyah atau Madaniyah pada ayat tertentu sebagaimana terlihat dalam ciri-ciri surah Makkiyah dan Madaniyah di atas. - Sosial Budaya Kontributor Nurul AzizahPenulis Nurul AzizahEditor Abdul Hadi
Atasdasar inilah Allah Swt memuliakan umat Islam. Al-Qur’an adalah kalam Allah Swt baik huruf maupun maknanya dan dia bukan mahluk. Dari Allah Swt al-Qur’an berasal dan kepada-Nya dia akan kembali. Al-Qur’an sebagaimana ia di turunkan oleh Allah mempunyai keunggulan-keunggulan yang membuatnya istimewa dibandingkan kitab suci lainnya.- Para ulama ahli tafsir membagi ayat-ayat Al-Quran berdasarkan periode dan tempat turunnya. Surah-surah Al-Quran yang turun sebelum hijrah ketika dakwah Islam berpusat di Makkah dikenal dengan sebutan surah Makkiyah. Lantas, apa pengertian dan ciri-ciri surah Makkiyah dalam Al-Quran? Di sisi sebaliknya, surah-surah Al-Quran yang turun selepas hijrah, saat dakwah Islam berpusat di Madinah dikenal dengan sebutan surah Madaniyah. Namun, tulisan ini membatasi bahasannya hanya terkait surah Makkiyah. Jika ingin mengetahui secara rinci mengenai surah Madaniyah, klik di sini. Secara umum, Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Ia menjadi pegangan dan panduan hidup seluruh kaum muslimin. Dari sejarahnya, Al-Quran diturunkan berangsur-angsur selama 23 tahun. Para ulama membagi masa turunnya Al-Quran menjadi 2 periode, yakni periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 13 tahun masa kenabian Rasulullah SAW. Surah-surah yang turun pada dalam waktu 13 tahun awal dimulai ketika Nabi Muhammad menerima wahyu pertama di gua Hira tergolong surah Makkiyah. Sementara itu, periode Madinah dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun. Setelah hijrah, surah-surah yang turun pada kurun waktu itu disebut surah Madaniyah, sebagaimana dilansir NU juga Keutamaan dan Tafsir Surah Al-Ikhlas Keutamaan & Tafsir Bacaan Surah Al-Falaq Untuk Minta Perlindungan Ciri-ciri & Perbedaan Surat Makkiyah dan Madaniyah dalam Al Quran Apa Pengertian Surat Makkiyah? Secara sederhana, surah Makkiyah adalah surah atau sebagian besar ayat dalam surah tersebut turun di periode Makkah, yakni sebelum umat Islam hijrah ke Madinah pada 622 masehi, sebagaimana dikutip dari Ulumul Quran Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas Al-Quran 2011 yang ditulis Ahmad Izzan. Pada bagian sebelumnya disebutkan bahwa periode Makkah berlangsung selama 13 tahun. Namun, rinciannya bukan benar-benar 13 tahun, melainkan 12 tahun, 5 bulan, dan 13 hari. Para ulama tafsir membulatkannya menjadi 13 tahun. Selain itu, meskipun disebut sebagai surah Makkiyah, tidak semua ayat pada surah tersebut turun di kota Makkah. Ada surah yang turun sewaktu nabi bepergian keluar Makkah, namun karena masih dalam periode Makkah sebelum hijrah, surah itu tetap dikenal sebagai surah perbedaan antara surah-surah Makkiyah dan Madaniyah sangat penting bagi orang yang mempelajari Al-Quran dan ilmu tafsir. Salah satu faidahnya adalah untuk mengetahui hukum nasikh dan mansukh. Beberapa hukum Islam yang diturunkan di Makkah dihapuskan mansukh dengan ayat-ayat yang turun di Madinah nasikh.Manfaat lainnya juga mengajarkan tentang cara dakwah kepada khalayak. Ayat-ayat Makkiyah didominasi tentang akidah dan penguatan iman. Ketika Islam masih lemah, Allah SWT menurunkan ayat-ayat yang berkaitan dengan tauhid agar keyakinan terhadap Islam kian itu, saat Islam sudah kuat di Madinah, ayat-ayat yang diturunkan berkaitan dengan sosial-masyarakat, tata negara, muamalah, hingga hubungan sesama manusia. Ciri-ciri Surah Makkiyah dalam Al-Quran Ciri-ciri surah Makkiyah dalam Al-Quran di antaranya adalah sebagai berikut Surah Makkiyah didominasi oleh ayat-ayat pendek. Surah Makkiyah didominasi oleh pembahasan mengenai masalah akidah. Setiap surah yang di dalamnya mengandung ayat sajdah adalah surah Makkiyah. Setiap surah di dalamnya dinyatakan lafal "Kallâ" adalah surah Makkiyah. Lafal itu dinyatakan sebanyak 33 kali dalam 15 surah. Setiap surah yang didahului dengan panggilan "Yâ Ayyuhâ an-Nâs" Wahai Manusia atau "Yâ Banî Adam" Wahai Anak Adam. Setiap surah yang diawali dengan "Fawatih as-suwar" adalah surah Makkiyah. Setiap surah yang mengandung kisah-kisah Nabi dan umat terdahulu, kecuali kisah Adam dan Iblis yang disebutkan dalam surah Al-Baqarah adalah Makkiyah. Baca juga Nasr Hamid Abu Zayd, Tafsir Qur'an, dan Islam Senyum ala Indonesia Bacaan Surat Al-Waqiah Ayat 35-38 beserta Tafsir dan Keutamaannya Surah-surah Makkiyah dalam Al-Quran Berikut ini daftar lengkap 87 surah Makkiyah yang tertera dalam Al-Quran QS. Al Fatihah QS. Al An'am QS. Al A'raf QS. Yunus QS. Hud QS. Yusuf QS. Ar-Ra'd QS. Ibrahim QS. Al Hijr QS. An Nahl QS. Al Isra' QS. Al Kahfi QS. Maryam QS. Thaha QS. Al Anbiya QS. Al Mu'minun QS. Al Furqan QS. Asy Syu'ara QS. An Naml QS. Al Qashash QS. Al Ankabut QS. Ar Ruum QS. Luqman QS. As Sajdah QS. Sabaa' QS. Fathir QS. Ya Sin QS. Ash Shaffat QS. Shad QS. Az Zumar QS. Al Mu'min QS. Al Fushshilat QS. Asy Syuraa QS. Az Zukhruf QS. Ad Dukhan QS. Al Jasiyah QS. Al Ahqaf QS. Qaaf QS. Az Zariyat QS. Ath Thur QS. An Najm QS. Al Qamar QS. Al Waqi'ah QS. Al Mulk QS. Al Qalam QS. Al Haqqah QS. Al Ma'arij QS. Nuh QS. Al Jin QS. Al Muzammil QS. Al Muddatstsir QS. Al Qiyamah QS. Al Mursalat QS. An Naba' QS. An Nazi'at QS. 'Abasa QS. At Takwir QS. Al Infithar QS. Al Muthaffifin QS. Al Insyiqaq QS. Al Buruj QS. Ath Thariq QS. Al A'la QS. Al Ghasyiyah QS. Al Fajr QS. Al Balad QS. Asy Syams QS. Al Lail QS. Adh Dhuha QS. Al Insyirah QS. At Tiin QS. Al 'Alaq QS. Al Qadr QS. Al 'Adiyat QS. Al Qari'ah QS. At Takatsur QS. Al 'Ashr QS. Al Humazah QS. Al Fiil QS. Al Quraisy QS. Al Ma'un QS. Al Kautsar QS. Al Kafirun QS. Al Lahab QS. Al Ikhlash QS. Al Falaq QS. An Naas Baca juga Surah Al-Baqarah Ayat 183-185 Arab, Latin, Tafsir, dan Artinya Tafsir Surah An Naziat, Asbabun Nuzul, & Bacaan Arab, Latin, Arti - Sosial Budaya Penulis Abdul HadiEditor Addi M Idhom
Di dalam Al Qur’an terdapat 114 surah. Surah-surah tersebut terbagi menjadi dua yaitu Makkiyyah dan Madaniyyah. Pembagian ini terkait dengan tempat dan waktu penurunan surah tersebut. Makkiyyah adalah surah yang diturunkan di Makkah al-Mukarramah atau sebelum Nabi Muhammad hijrah dan Madaniyyah adalah surah yang diturunkan di Madinah Al Munawwarah atau sesudah Nabi Muhammad Hijrah. Perbedaan Surah Makkiyah dan Madaniyyah Perbedaan dari segi konteks kalimat Sebagian besar surat Makkiyah mempunyai cara penyampaian yang keras dalam konteks pembicaraan karena ditujukan kepada orang-orang yang mayoritas adalah pembangkang lagi sombong dan hal tersebut sangat pantas bagi mereka. Bacalah surat Al-Muddatstsir dan Al-Qamar. Sedangkan sebagian besar surat Madaniyyah mempunyai penyampaian lembut dalam konteks pembicaraan karena ditujukan kepada orang-orang yang mayoritas menerima dakwah. Bacalah surat Al-Ma’idah! Sebagian besar surat Makkiyah pendek dan di dalamnya banyak terjadi perdebatan antara para Rasul dengan kaumnya, karena kebanyakan ditujukan kepada orang-orang yang memusuhi dan menentang, sehingga konteks kalimat yang digunakan disesuaikan dengan keadaan mereka. Baca surat Ath-Thur! Adapun surat Madaniyyah kebanyakan panjang dan berisi tentang hukum-hukum tanpa ada perdebatan karena keadaan mereka yang menerima. Baca ayat dain ayat tentang hutang pada surat Al-Baqarah ayat 282. Perbedaan dari segi tema Sebagian besar surat Makkiyah bertemakan pengokohan tauhid dan aqidah yang benar, khususnya berkaitan dengan tauhid uluhiyah dan penetapan iman kepada Hari Kebangkitan karena kebanyakan yang diajak bicara mengingkari hal itu. Sedangkan sebagian besar ayat Madaniyyah berisi perincian ibadah-ibadah dan mu’amalah karena keadaan manusia waktu itu jiwanya telah kokoh dengan tauhid dan aqidah yang benar, sehingga membutuhkan perincian tentang berbagai ibadah dan mu’amalah. Dalam ayat Madaniyyah banyak disebutkan tentang jihad, hukum-hukumnya dan keadaan orang-orang munafiq karena keadaan yang menuntut demikian dimana pada masa tersebut telah disyari’atkan jihad dan mulai bermunculan orang-orang munafiq. Berbeda dengan isi ayat Makkiyah. Faedah Mengetahui Surat Madaniyyah dan Makkiyyah Mengetahui surat Madaniyyah dan Makiyah merupakan salah satu bidang ilmu Al-Qur’an yang penting karena di dalamnya terdapat beberapa manfaat 1- Bukti ketinggian bahasa Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an Allah Azza wa Jalla mengajak bicara setiap kaum sesuai keadaan mereka baik dengan penyampaian yang keras maupun lembut. 2- Tampaknya hikmah pembuatan syari’at ini. Hal tersebut sangat nyata dimana Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur dan bertahap sesuai keadaan umat pada masa itu dan kesiapan mereka di dalam menerima dan melaksanakan syari’at yang diturunkan. 3- Pendidikan terhadap para da’i di jalan Allah Azza wa Jalla dan pengarahan bagi mereka agar mengikuti metode Al-Qur’an dalam tata cara penyampaian dan pemilihan tema yakni memulai dari perkara yang paling penting serta menggunakan kekerasan dan kelembutan sesuai tempatnya. 4- Pembeda antara nasikh hukum yang menghapus dengan mansukh hukum yang dihapus. Seandainya terdapat dua ayat yaitu Madaniyyah dan Makiyah yang keduanya memenuhi syarat -syarat naskh penghapusan maka ayat Madaniyyah tersebut menjadi nasikh bagi ayat Makiyah karena ayat Madaniyyah datang belakangan setelah ayat ini daftar 114 surah dalam Al-Qur’an berdasarkan tempat turunnya; Mekkah dan Madinah.A Asbabul Nuzul Al-Qur’an. Al-quran diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang di dasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalahnya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang. AL-MAKKIYAH DAN AL-MADANIYAH Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an Dosen pengampu Yuyun Affandi, Lc., Disusun Oleh Azwar Ubaidillah 1601016094 FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALIONGO SEMARANG 2017 I. PENDAHULUAN Mempelajari ayat ayat qur’an dengan tahapannya sehingga dapat menentukan waktu serta tempat turunnya dan, dengan bantuan tema surah atau ayat, untuk menentukan apakah sebuah seruan itu termasuk makky atau madany, ataukah iya merupakan tema tema yang menjadi titik tolak dakwah di makkah atau di madinah. Yang terpenting dipelajari dalam pembahasan ini ialah 1 yang di turunkan di makkah 2 yang di turunkan di madinah 3 yang di perselisihkan. Inilah macam macam ilmu qur’an yang pokok, berkisar di sekitar makky dan madany oleh karenanya di namakan “ilmu makky dan madany”. Makalah ini kami buat supaya pembaca mengetahui perbedaan surat makkiyah dan madany, mengetahui ciri cirri al makkiyah dan al madaniyah, selanjutnya mengetahui faedah al makkiyah dan al madaniyah. II. RUMUSAN MASALAH Pengertian Makkiyah dan Madaniyah Ruang lingkup pembahasan Makkiyah dan Madaniyah Metode membedakan ayat Makkiyah dan Madaniyah Ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah Urgensi Ilmu Makkiyah dan Madaniyah Faedah mempelajari Makkiyah dan Madaniyah III. PEMBAHASAN Pengertian Makkiyah Dan Madaniyah Pembedaan makkiyah dan madaniyah sangat mendapat perhatian dari para ahli ilmu al-qur’an disebabkan korelasi ayat makkiyah dan madaniyah menimbulkan konsekuensi hukum syariah. Apabila ayat hukum itu turun di makkah maka akan terhapus hukumnya oleh ayat-ayat yang diturunkan di madinah. Konsekuensi ini menuntut para ahli untuk berupaya menentukan setepat mungkin masalah makkiyah dan madaniyah. Maka para ahli ilmu al-qur’an berbeda pendapat dalam menentukan defenisi makkiyah dan madaniyah terdapat empat pendekatan dalam mendefinisikan makkiyah dan madaniyah Pertama pendekatan historis mulahadzatu zamanin nuzul yaitu teori yang berorientasi pada sejarah masa turunnya wahyu. Ulama mendifinisikan makkiyah adalah ayat yang diturunkan di makkah sekalipun turunnya setelah hijrah, sedangkan madaniyah adalah ayat yang turun di madinah. Kedua pendekatan geografis mulahadzatu makanin nuzul teori ini berorientasi pada tempat turunnya ayat. Maka ayat makkiyah ialah ayat yang turun di makkah dan sekitarnya seperti mina dan arafah atau hudaibiyah. Sedangkan madinah ayat yang turun di madinah dan sekitarnya seperti uhud, quuba dan salwa. Ketiga pendekatan obyek mulahadzatul mukhotobin fin nuzul teori ini berorientasi kepada obyek yang ditunjukkan oleh ayat. Maka makkiyah ialah ayat yang ditunjukkan bagi orang-orang makkah. Menurut pendapat ini bahwa firman allah yang menyeru kepada seluruh manusia ya ayyuhannas adalah makkiyah. Sedangkan ayat yang ditunjukkan kepada orang-orang mukmin ya ayyuhalladzina aamanuu adalah madaniyah. Keempat pendekatan konstektual mulahadzatu maa tadammanathu assuratu, teori ini berorientasi kepada kandungan ayat maupun surat termaksud. Dengan demikian setiap surat mengandun kisah-kisah lama, konsep tauhid, suri tauladan dan semacamnya termasuk makkiyah, sedangkan yang mengandung pembentukan masyarakat, hukum, ekonomi, dan semacamnya termasuk madaniyah.[1] 2. Ruang Lingkup Pembahasan Makkiyah Dan Madaniyah Pembahasan tentang makkiyah dan madaniyah mulai diklasifikasikan untuk menetapkan periode hukum. Sehingga dapat diambil kesimpulan yang tetap dalam menentukan hukum fiqih, ijtihaj, maupun pemikiran hukum yang dikandung ayat-ayat al-qur’an. Ruang lingkup pembahasan ini merupakan dasar-dasar umum dari usaha para ulama untuk memperlajari ayat-ayat makkiyah dan madaniyah, sehingga ilmu ini dinamakan ilmu makkiyah dan madaniyah. Mengenai ayat-ayat yang turun di makkah, madinah dan tempat yang berada disekitar dua tempat tersebut maupun yang diperdebatkan diantara keduanya lebih tepat dalam pembahasan ini. Jumlah surat al-qur’an 114 surat 20 diantaranya madaniyah, terdapat 82 surat yang kesemuanya makkiyah, sedangkan yang dipertentangkan 12 surat. Yang termasuk surat-surat madaniyah terdapat 20 surat al-baqarah 2. Al-imran 3. An-nisa 4. Al-maidah 5. An-anfal 6. At-taubah 7. An-nur 8. Al-ahzab 9. Muhammad 10. Al-faht 11. Al-hujurat 12. Al-hadied 13. Al-mujadalah 14. Al-hasyr 15. Al-mumtahanah 16. Al-jumah 17. Al-munafiqun 18. At-thalaq 19. At-tahriem 20. An-nashr.[2] 3. Metode Membedakan Ayat Makkiyah Dan Madaniyah Para Ulama’ membuat dua pedoman dasar dalam membedakan ayat-ayat diatas, sbb 1. Pedoman samai naqli pemindahan riwayat. 2. Pedoman qiyas ijtihadi mengambil contoh untuk dijadikan analogi dengan dasar ijtihad yang dikemukakan. Pedoman pertama didasarkan atas riwayat shahih dari para sahabat yang hidup dan mempelajarinya pada saat turunnya wahyu itu, atau para tabi’in yang mempelajari Al-Qur’an dari para sahabat dan mendengarnya dari mereka tentang hal ikhwal turunnya wahyu itu. Kebanyakan ayat-ayat yang diturunkan di makkah dan madinah diketahui mereka. Pedoman kedua didasarkan pada kekhususan ayat-ayat makiyyah dan ayat-ayat madaniyah. Apabila dalam satu surat makkiyah terdapat spesifikasi ayat madaniyah maka disebut madaniyah ataupun sebaliknya. Metode ini dikenal dengan metode qiyas ijtihadi.[3] 4. Ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah Para ulama menetapkan surat-surat makkiyah dan madaniyah, mereka mengambil kesimpulan analogis dari setiap ayat-ayat tersebut yang menjelaskan tentang kekhususan ushlub dan topic yang ia miliki, serta menyusun pula undang-undang penentuan Makkiyah dan Madaniyah serta keistimewaannya masing-masing. Ciri-ciri Makkiyah Setiap surat didalamnya terdapat ayat sajdah maka ayat tersebut makkiyah Setiap surat yang lafadnya terdapat kalimat كلا maka surat itu Makkiyah, dan disebutkan sama sekali kecuali dipertengahan akhir dari Al-Qur’an. Dan ia disebutkan 33 kali dalam 15 surat Setiap surat yang didalamnya menceritakan kisah-kisah Nabi dan ummat terdahulu maka ia disebut makkiyah selain Al-Baqarah Ciri-ciri madaniyah Setiap surat yang menerangkan tentang kewajiban dan sanksi hukum maka disebut madaniyah. Setiap surat yang didalamnya terdapat penyebutan orang munafik maka ia madaniyah selain surat al-Ankabut sesungguhnya surat itu makkiyah. Setiap surat yang didalamnya terdapat pertentangan ahli kitab adalah madaniyah.[4] 5. Urgensi Ilmu Makkiyah dan Madaniyah Kita melihat bahwa umat islam berusaha menjaga keagungan dan keabadian risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, risalah yang dibawanya merupakan ajaran yang membawa kesadaran para pemikir disetiap zaman. Telaah tentang Makkiyah dan Madaniyah sangat dibutuhkan sekali. Berangkat dari kesadaran ini, maka kemudian para ulama merincinya satu persatu ayat demi ayat, surat demi surat, untuk menertibkannya sesuai dengan masa turunnya, dengan tetap memperhatikan kondisi sejarah, masa, tempat, dan obyek yang ditunjukknya. Mereka memperhatikan masa diturunkannya maupun tempatnya. Ada kalanya mereka mengumpulkan data-data itu sesuai dengan masa, tempat dan penunjukkannya. Sungguh suatu kerja yang patut dipuji, para ulama telah memberikan telaah yang komperehensif dan representatif dalam bidang ini.[5] 6. Faedah Mempelajari Makkiyah Dan Madaniyah Sebagai satu petunjuk dalam menafsirkan Al-Qur’an karena mengetahui tempat turunnya Al-Qur’an membantu pemahaman ayat dan tafsirnya dengan penafsiran yang benar, meskipun hal ini membantu secara umum saja tidak pada sebab-musababnya. Mengetahui strategi dakwah rasulallah dan mengamalkannya untuk mengembangkan dakwah dimasyarakat. Bahwa strategi defensif tidak selalu merupakan kekalahan dalam memperjuangkan kebenaran, sebaliknya strategi ofensif membuktikan bahwa manusia mampu menciptakan revolusi moral yang mencengankan. Membantu pengembangan wacana tafsir Al-Qur’an dengan baik dan benar. Karena dengan mengetahui pembahasan ini mufassir akan merasa ikut terbawa dengan gaya bahasa yang dipakai dalam ayat-ayat makkiyah yang menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Allah sebagai bukti tauhidullah dan ayat-ayat madaniyah yang menjelaskan hukum secara definitif dan gaya bahasanya yang tegas. Mengetahui hukum-hukum yang turun terakhir kali sehingga dapat mengetahui kedudukan nasikh dan mansuf serta dapat mengambil keputusan hukum yang baik dan benar. Usaha menggali sedalam mungkin suri tauladan dan akhlakul karimah rasulullah dari setiap ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada beliau. Karena mempelajari masa turunnya wahyu kepada rasulullah merupakan upaya mempelajari perjalanan dakwah beliau dari kota makkah sampai kota madinah, hingga akhir hayat beliau. Ini juga merupakan salah satu metode dakwah kepada umat manusia, agar mereka benar-benar yakin akan firman Allah yang diturunkan kepada nabi supaya mereka meyakini bahwa Al-Qur’an adalah sumber asasi dalam dakwah yang mereka lakukan.[6] Untuk di jadikan alat bantu dalam menafsirkan qur’an, sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar, sekali pun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang penafsir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh bila di antara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupakan nasikh atas yang terdahulu. Mengetahui sejarah hidup nabi melalui ayat-ayat qur’an, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik pada periode Makkah maupun periode Madinah, sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir di turunkan. Qur’an adalah sumber pokok bagi hidup Rasulullah dan umatnya.[7] IV. KESIMPULAN Di era sekarang, banyak masyarakat membaca Al-Qur’an tanpa mengetahui apakah itu ayat makkiyah atau ayat madaniyah, perbedaan ayat makkiyah dan madaniyah terdapat pada tempat turunnnya, kapan turunnya, dan fungsi turunnya ayat tersebut. Al-Makkiyah adalah surat yang diturunkan di Mekkah sebelum hijrah dan didalamnya menceritakan kisah-kisah Nabi dan ummat terdahulu, sedangkan Al-Madaniyah diturunkan di madaniyah setelah hijrah nabi Muhammad dan didalamnya menerangkan tentang kewajiban dan sanksi hukum. Salah satu faedah mengetahui Al-makkiyah dan Al-madaniyah adalah Sebagai satu petunjuk dalam menafsirkan Al-Qur’an karena mengetahui tempat turunnya Al-Qur’an membantu pemahaman ayat dan tafsirnya dengan penafsiran yang benar, meskipun hal ini membantu secara umum saja tidak pada sebab-musababnya. V. PENUTUP Demikian makalah ini kami susun. Terima kasih atas antusiasme dari pembaca yang sudi menelaah dan mngimplementasikan isi makalah ini. Saran konstruktif tetap kami harapkan sebagai bahan perbaikan. Sekian. DAFTAR PUSTAKA Hamid, Shalahuddin, Study Ulumul Qur’an, Jakarta selatan intimedia ciptanusantara, 2002. Mudzakir AS., STUDI ULUMUL QUR’AN , Surabaya CV. Litera Antar Nusa, 2012 Anas, Idhoh, kaidah kaidah ulumul qur’an, Pekalongan Al-Asri, 2008 [1] Shalahuddin Hamid, study ulumul qur’an, 2002, hlm. 191-194 [2] Op. cit hlm. 195 [3] Op. cit hlm. 204-205 [4] Op. cit hlm. 205-206 [5] Shalahuddin Hamid, study ulumul qur’an, 2002, hlm. 189 [6] Op. cit hlm. 207-208 [7] Drs. Mudzakir AS., STUDI ULUMUL QUR’AN, 2012, hlm. 81-82 MENYELAMI AYAT-AYAT MAKIAH DAN MADANIYAH (1)* Oleh : Misbahudin *Al-Qur’an Sebagai Pusaka Islam* Umat-umat terdahulu pasti melakukan sebuah usaha yang keras untuk menjaga warisan literasi sebagai dasar dan modal dalam membangun sebuah pondasi peradaban dari para tokoh-tokoh penggebrak kehidupan dan pendombrak kejumudan berpikir dan
Download Free DOCXDownload Free PDFMakalah ulumul qur'an Makkiyah dan madaniyahMakalah ulumul qur'an Makkiyah dan madaniyahMakalah ulumul qur'an Makkiyah dan madaniyahMakalah ulumul qur'an Makkiyah dan madaniyahFaishal Nabigh AghnaRelated PapersAyat Makkiyah dan MadaniyahJafar ShodiqView PDFMiftahussaadahMakalah Makkiyah dan Madaniyyah Kelompok 9_miftahussaadahmiftah hussaadah28Makalah Makiyyah dan Madaniyyah Kelompok 9_ MiftahussaadahView PDFNisa Nur AzizahULUMUL QUR'AN2022 • NISA N U R AZIZAHUlangan Tengah SemesterView PDFNur OktafiyaniMakalah Makiyyah dan Madaniyyah Kelompok 9_Nur OktafiyaniNur OktafiyaniMakalah Makiyyah dan Madaiyyah Kelompok 9_Nur oktafiyaniView PDFTUGAS UTS ULUMUL QUR'AN CHOOIRRUR ROCHMAH 2101010019 UQ039EChoirrur RochmahView PDFNanda Firmansyah 2101011063UQ108G2022 • Nanda FirmansyahView PDFNAMA Efi Zuliyana NPM 2101013005 MK Ulumul Qur'an KODEUQ097G Jawaban UTS Ullumul Qur'anEvizuliyana15 Evizuliyana15View PDFUQ110GRiski Ali mustofaView PDFUQ005DAyu agustia Ayu agustiaView PDFJakartagemainsani pers,1994,hal 49. 2Abdul JahalAINUL HAKIM SYUKRIView PDF
Namuntidak selamanya asumsi ini benar. Misalnya Surat Al-Baqarah [2] termasuk kategori Madaniyah, padahal di dalamnya terdapat salah satu ayat, yaitu ayat 21 dan ayat 168 yang dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha An-nas”. Lagi pula banyak ayat Al-Quran yang tidak dimulai dengan dua ungkapan di atas. ArticlePDF Available AbstractThis article would try to elaborate an important concept in the Qur’an which deal with the process of revelation. Major of ulama devided the process of revelation into two periods, namely Makkah period before hijrah and Madinah period after hijrah. According to Abdullahi Ahmed An-Na’im and his teacher, Mahmoud Mohamed Taha, this two periods of revelation contains different doctrines and teachings. Makkah period Makkiyah expressed a universal-democratic-egalitarianism doctrines of Islam. Whereas, Madinah period Madaniyyah, is considered to be sectarian and discriminative. In this period, the prophet and his adherents created a city-state with a multi-religious and multi-cultural community. Therefore, they need a concrete and strict rules and regulations to manage the new state and new community. An-Na’im stated that most of the verses in the Qur’an which deal with law and regulations revealed through this period, including the relation between muslim and non-muslim words concept, Makkah period, Madinah period, al-Qur’an ini akan mencoba untuk menguraikan konsep penting dalam Al Qur'an yang berhubungan dengan proses penyataan. Mayoritas ulama membagi proses penyataan menjadi dua periode, yaitu periode Makkah sebelum hijrah dan periode Madinah setelah hijrah. Menurut Abdullahi Ahmed An-Na'im dan gurunya, Mahmoud Mohamed Taha, dua periode wahyu ini mengandung doktrin dan ajaran yang Mekah Makkiyah menyatakan doktrin universal-demokratis-egalitarianisme periode Madinah Madaniyyah, dianggap sektarian dan periode ini, nabi dan pengikutnya menciptakan negara-kota dengan komunitas multi-agama dan karena itu, mereka membutuhkan aturan dan peraturan yang konkrit dan ketat untuk mengelola negara baru dan komunitas menyatakan bahwa ayat-ayat dalam Al Qur'an yang berhubungan dengan hukum dan terungkap selama periode ini, termasuk hubungan antara Muslim dan komunitas kunci konsep, periode Mekkah, periode Madinah, Alquran Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 1Konsep Makkiyah dan MadaniyyahDalam Al-Qur’anSebuah Analisis Historis-FilosofisM. Bekti Khudari This article would try to elaborate an important concept in the Qur’an which dealwith the process of revelation. Major of ulama devided the process of revelation into twoperiods, namely Makkah period before hijrah and Madinah period after hijrah. Accordingto Abdullahi Ahmed An-Na’im and his teacher, Mahmoud Mohamed Taha, this two periods ofrevelation contains different doctrines and teachings. Makkah period Makkiyah expressed auniversal-democratic-egalitarianism doctrines of Islam. Whereas, Madinah periodMadaniyyah, is considered to be sectarian and discriminative. In this period, the prophetand his adherents created a city-state with a multi-religious and multi-cultural community .Therefore, they need a concrete and strict rules and regulations to manage the new state andnew community. An-Na’im stated that most of the verses in the Qur’an which deal with lawand regulations revealed through this period, including the relation between muslim and non -muslim words concept, Makkah period, Madinah period, al-Qur’anAbstrak. Artikel ini akan mencoba untuk menguraikan konsep penting dalam Al Qur'anyang berhubungan dengan proses penyataan. Mayoritas ulama membagi proses penyataanmenjadi dua periode, yaitu periode Makkah sebelum hijrah dan periode Madinah setelahhijrah. Menurut Abdullahi Ahmed An-Na'im dan gurunya, Mahmoud Mohamed Taha, duaperiode wahyu ini mengandung doktrin dan ajaran yang berbeda. Periode MekahMakkiyah menyatakan doktrin universal-demokratis-egalitarianisme Islam. Padahal,periode Madinah Madaniyyah, dianggap sektarian dan diskriminatif. Pada periode ini,nabi dan pengikutnya menciptakan negara-kota dengan komunitas multi-agama dan multi-budaya. Oleh karena itu, mereka membutuhkan aturan dan peraturan yang konkrit danketat untuk mengelola negara baru dan komunitas baru. An-Na'im menyatakan bahwaayat-ayat dalam Al Qur'an yang berhubungan dengan hukum dan terungkap selamaperiode ini, termasuk hubungan antara Muslim dan komunitas kunci konsep, periode Mekkah, periode Madinah, AlquranA. PendahuluanAl-Qur’an bagi kaum muslimin adalah“verbum dei” Kalam Allah yangdiwahyukan kepada nabi Muhammad perantaraan Jibril selama kuranglebih dua puluh tiga tahun. Kitab suci inimemiliki kekuatan luar biasa yang beradadiluar kemampuan apapun “Seandainya kami turunkan al-Qur’an inikepada sebuah gunung, maka kamu akanmelihatnya tunduk terpecah-pecah karenagentar kepada Allah” QS. al-Hasyr[59]21. Kandungan pesan Ilahi POTRET PEMIKIRAN – No. 1, Januari - Juni 2016OTRET PEMIKIRAN - Jurnal Penelitian dan Pemikiran Islam – No. 1, Januari - Juni 2018urnal Penelitian dan Pemikiran Islam – No. 1, Januari - Juni 2018yang disampaikan Nabi Saw. padapermulaan abad ke-7 M. itu telahmeletakkan basis untuk kehidupanindividual dan sosial kaum muslimindalam segala aspeknya. Bahkanmasyarakat muslim mengawalieksistensinya dan memperoleh kekuatanhidup dengan merespon dakwah al-Qur’an. Itulah sebabnya al-Qur’an beradatepat di jantung kepercayaan muslim danberbagai pengalaman keagamaanya. Tanpapemahaman yang semestinya terhadap al-Qur’an, kehidupan pemikiran dankebudayaan kaum muslimin tentunyaakan sulit hal ini,kiranya kita perlu memahami lebih jauhaspek kesejarahan al-Qur’an, karenabagaimanapun al-Qur’an diturunkandalam perspektif realitas masyarakat Arabwaktu itu. Meminjam istilah Prof. AminAbdullah bahwa teks al-Qur’an tidak bisadilepaskan dari konteks masyarakat –ruang dan waktu – di mana al-Qur’an ituturun. Inilah yang akan dibahas secararingkas dalam tulisan Konsep Makkiyah dan MadaniyyahSecara kronologis periode turunya al-Qur’an dibagi menjadi dua, yaitu; periodeMakkah makkiyah dan periode MadinahMadaniyyah. Pembagian seperti inididasarkan atas dua parameter yaitu,tempat al-makan dan waktu al-zaman.Menurut Abdullahi Ahmed An-Na’im,pesan yang terkandung dalam ayat-ayatMakkiyah merupakan pesan Islam yangabadi dan fundamental, yang menekankanmartabat yang inheren pada seluruh umatmanusia, tanpa membedakan jeniskelamin gender, keyakinan agama, danras. Pesan-pesan ini ditandai denganpersamaan antara laki-laki danperempuan dan kebebasan penuh untuk1Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Yogyakarta FkBA, 2000, dalam beragama dan keimanan,prinsipnya adalah ishmah’, kebebasanuntuk memilih tanpa ancaman ataubayangan kekerasan dan paksaan pesan Madinah adalahkompromi praktis dan realistis, ketikatingkat tertinggi dari pesan Makkah tidakdapat diterima oleh masyarakat-sejarahabad VII M. Oleh karena itu, kalau ayat-ayat yang turun dalam periode Makkahdapat disebut sebagai menurut istilah An-Na’im ayat-ayat “universal-egalitarian-demokratis”, maka ayat-ayat Madinahdapatlah dinamai ayat-ayat “sektarian-diskriminatif”.2Hijrah menandai tidak sajaperubahan dramatik dalam pertumbuhanjumlah umat Islam dan pembentukanmasyarakat politik atau negara Islampertama di Madinah; melainkan jugaperalihan yang signifikan dalam materipokok dan isi misi Nabi. Secara umumdisepakati bahwa selama periode Makkahal-Qur’an lebih banyak berisi tentangajaran agama dan moral, tidakmenyatakan norma-norma politik danhukum secara khusus, yang barudikembangkan pada periode tentang perubahan ini adalahkarena pada periode Madinah ini al-Qur’anharus memberikan respon terhadapkebutuhan sosial-politik yang konkritdalam suatu komunitas yang kemerdekaan untukmengembangkan institusi-institusi yangmereka miliki dan menerapkan norma-norma agama baru mereka, umat Islammemerlukan ajaran dan tuntunan normayang lebih Mohamed Taha, seorangpemikir Islam kontemporer dari Sudan,mengatakan bahwa ada perbedaan yang2Abdullahi Ahmed An-Na’im, DekonstruksiSyari’ah, Yogyakarta LKiS, 1994, KONSEP MAKIYAH DAN MADANIYAH DALAM AL-QUR’AN – M. Bekti Khudari Lantongsignifikan antara pesan Makkah dan pesanMadinah. Nabi diperintahkan oleh al-Qur’an untuk menyebarkan Islam diMakkah dengan cara damai dan tertutup,sesuai dengan kebebasan penuh untukmemilih, misalnya dalam QS. an-Nahl[16]125, dan QS. al-Kahfi[18] dari pesan Makkah menekankanpada nilai-nilai keadilan dan persamaanyang fundamental dan martabat yangmelekat pada seluruh manusia. Sebagaicontoh, al-Qur’an selama periode Makkahselau menyapa seluruh manusia,menggunakan kata-kata seperti; “Wahaimanusia” dan “wahai anak Adam”.Sedangkan pesan Madinah mulaimembedakan antara laki-laki danperempuan, umat Islam dan non-muslim,dalam status hukum dan hak mereka didepan hukum. Semua ayat yang menjadidasar diskriminasi terhadap perempuandan non-muslim merupakan ayat-ayatMadinah. Sebagai contoh, al-Qur’an suratke empat yang dikenal sebagai surat an-Nisa surat tentang perempuan, berisiaturan-aturan yang lebih rinci tentangperkawinan, perceraian, waris dansemacamnya dengan pengaruhdiskriminasinya terhadap perempuan,diwahyukan selama masa tindih antara periode Makkahdan Madinah, lebih mengantarkan padasatu pemahaman tentang perubahangradual ketimbang perubahan yang cepatdalam isi pesan tersebut. Sebagai hasil dariperalihan isi pesan dan metode seruanya,beberapa orang berpura-pura masuk Islamtanpa keyakinan murni yang ini sebagian besar secara jelasditunjukan oleh acuan al-Qur’an yangberulang-ulang pada kalimat al-munafiqunkaum munafik dalam wahyu Madinah,4Mahmoud Mohamed Taha, The SecondMessage of Islam, Syracuse Syracuse University Press,1987, dalam wahyu Makkah tidak adaayat semacam itu. Dengan berkurangnyatingkat atau bentuk kekerasan selamaperiode Makkah, orang memilikikebebasan penuh untuk memeluk Islamatau menolaknya. Dengan hilangnyatingkat kebebasan secara gradual selamaperiode Madinah, banyak orang kafirmenunjukkan iman pada tampak luarnyauntuk menghindarkan akibat negatifmenyelamatkan diri bila merekamenampakkan Konsepsi Al-Qur’an Tentang Non-Muslim Analisis Historis-FilosofisIslam dilahirkan dalam suatulingkungan yang amat keras, danmenerima reaksi yang sangat bermusuhan,berbagai ancaman dan serangan dari suku-suku Arab abad ke-VII, karena itu umatIslam awal harus berperang untuk tetapbertahan. Nabi dan para sahabat akhirnyamenguasai seluruh jazirah Arab beberapasaat menjelang wafatnya. Normahubungan antar suku yang ada sangattergantung pada penggunaan atauancaman penggunaan kekuatan forceuntuk mempertahankan berbagai hakbahkan hak untuk ancaman kekerasan jugamerupakan norma di kalangan berbagaientitas atau sistem politik kawasan itu,termasuk dua imperium raksasa sebelahTimur Laut dan Barat Laut Arabia,Sasaniah dan Bizantium imperiumRomawi. Sehingga, ketika negara Islampertama dibangun di Arabia pada abad VII,kekerasan merupakan metode dasar untukmengatur “hubungan-hubunganinternasional”. Oleh karena itu, tidak dapatdielakkan bahwa Islam mengesahkanpenggunaan kekerasan dalam hubungan-5Haykal, Life of Muhammad, h. 15-16 dan FredM. Donner, The Early Islamic Conquest, PrincetonPrinceton University Press, 1981, h. 20ff POTRET PEMIKIRAN – No. 1, Januari - Juni 2016OTRET PEMIKIRAN - Jurnal Penelitian dan Pemikiran Islam – No. 1, Januari - Juni 2018urnal Penelitian dan Pemikiran Islam – No. 1, Januari - Juni 2018hubungan muslim dengan dalam melakukan itu syari’ahmemperkenalkan norma-norma baruuntuk mengontrol berbagai alasan untukmelakukan peperangan, juga dalampraktik perang di kalangan suku-suku Arabia dan entitas politik kawasantersebut didorong oleh pertimbangan-pertimbangan seperti kehormatan suku,perebutan wilayah dan ketamakanekonomi, maka syari’ah al-Qur’anmembatasi penggunaan kekerasan dalamhubungan internasional, hanya untukmempertahankan diri dan penyebaranagama Islam. Bagi umat Islam, hanya itulahalasan yang sah untuk melakukan umat Islam dibatasi olehketentuan-ketentuan yang mengaturperang yang benar. Sebagai contoh,sebelum menggunakan kekerasan dalammenyebarkan Islam, mereka dituntutuntuk menawarkan sisi lain dari manfaatmemeluk kepercayaan itu tanpa harusberperang. Jika peperangan tidak dapatdielakkan, maka dibatasi hanya terhadappasukan tentara yang bertugas berperangdan hanya dilakukan di medan ayat al-Qur’an yangdiwahyukan setelah hijrah ke Madinahpada tahun 622 M menekankan kohesiinternal komunitas muslim dan berusahamembedakannya dari komunitas-komunitas lain dalam term-termpermusuhan dan antagonistik. Selamamasa Madinah, al-Qur’an berulang-ulangmemerintahkan umat Islam untuk salingmenolong antara satu dengan yang laindan untuk tidak tolong menolong dengannon-muslim, serta memerangi merekayang berkawan dan bersekutu dengannon-muslim. Sehingga ayat-ayat al-Qur’ansurat al-Imran[3]28, an-Nisa[4]144, al-6Khadduri dan Liebesny, Law in the MiddleEast, h. at-Taubah[9]23 dan 71,dan surat al-Mumtahanah[60]1mewajibkan umat Islam menghindarikaum kafir sebagai awliya’ kawan,pembantu dan pendukung sertamemerintahkan pertemanan danmendorong kerjasama diantara umatIslam sendiri. Demikian pula, surat al-Maidah[5]51 menginstruksikan kaummuslim untuk tidak mengambil kaumYahudi dan Kristen sebagai pelindungawliya, seperti mereka memperlakukanumat Islam yang lain, dan barang siapa –orang Islam – yang bekerja sama denganmereka bersahabat, maka ia menjadisalah seorang dari golongan tersebut dan sunnah yangterkait menyatakan konteks umumdimana sumber-sumber yang secarakhusus berhubungan dengan penggunaankekuatan terhadap non-muslim dipahamidan diterapkan oleh umat Islam di atas yang berkenaan denganlarangan untuk bergaul dan bekerja samadengan kaum Yahudi dan Kristen dalamsegala hal, diwahyukan selama periodeMadinah, bukan periode Makkah itu harus dilihat sebagaidorongan psikologis untukmempertahankan hidup dan kohesi umatIslam yang mudah diserang, dalam suatulingkungan sosial dan fisik yang keras yang umum dipakaimenyangkut penggunaan kekerasan dalamhubungan internasional adalah jihad. Artiharfiah kata jihad adalah pengerahan dayadan upaya, termasuk – tetapi tidak hanya –perang. Sehingga, di satu pihak, baik al -Qur’an maupun sunnah menggunakanistilah jihad dalam pengertian lebih luastentang pengerahan kekuatan, namunterkadang sama sekali tidak terkait denganpenggunaan kekerasan. Di dalam sejumlahayat al-Qur’an seperti QS. al-Baqarah[2]18, QS. al-Maidah[5]54, dan KONSEP MAKIYAH DAN MADANIYAH DALAM AL-QUR’AN – M. Bekti Khudari LantongQS. al-Anfal72, istilah jihad danderivasinya digunakan untuk menyebutpengerahan kekuatan, baik dalampeperangan maupun dalam masa terhadap orang-orang kafir, QS. al-Furqan[25]52 memerintahkan nabi danumat Islam untuk menggunakan al-Qur’andalam jihad terhadap orang kafir. Ini jelasmerujuk pada pengunaan kekuatan danmenurut argumen al-Qur’an, bukankekuatan senjata. Dalam sunnah adapernyataan nabi Saw. yang amat terkenalyang menggambarkan bahwa penggunaankekuatan dalam perang digolongkansebagai jihad kecil jihad al-asghar,sedangkan pengerahan kekuatan dalamperdamaian dan upaya pribadimelaksanakan perintah Islam digolongkansebagai jihad besar jihad al-akbar danagung. Dalam sunnah yang lain, nabimenyatakan bahwa bentuk jihad yangpaling baik adalah mengatakan kebenarandi depan penguasa yang zhalim al-Qur’an yang secara jelasmembenarkan penggunaan kekuatan olehkaum muslimin terhadap non-muslimdiwahyukan di Madinah, setelah nabi danpara sahabatnya berhijrah dari Makkahpada tahun 622M. Menurut perkiraan IbnKatsir dalam tafsirnya yang terkenal, ayat-ayat al-Qur’an yang pertamamemerintahkan kaum musliminmenggunakan kekuatan dalam jihad/qitalterhadap orang kafir adalah QS. al-Baqarah[2]190-193 dan QS. al-Hajj[22]39, yang mungkin diartikanmasing-masing sebagai berikut “Dan perangilah di jalan Allah merekayang memerangi kamu, tetapi janganlahkamu melanggar batas, karenasesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Bunuhlahmereka dimana pun kamu jumpai, usirlahmereka dari tempat mereka mengusirkamu dari Makkah; dan fitnah itu lebihbesar bahayanya dari pada pembunuhan,dan janganlah kamu memerangi mereka dimasjid al-Haram, kecuali jika merekamemerangi kamu disana. Maka jika merekamemerangi kamu disana, maka bunuhlahmereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. Tetapi jika mereka berhentidari memusuhimu, maka sesungguhnyaAllah Maha Pengampun lagi MahaPenyayang. Perangilah mereka sehinggatidak ada penindasan lagi dan yang adahanyalah keadilan dan keimanan kepadaAllah; Tetapi jika mereka berhenti darimemusuhimu, maka jangan ada lagipermusuhan, kecuali terhadap orang-orangyang melakukan kezhaliman”.“Telah diizinkan berperang bagiorang-orang yang diperangi, karenasesungguhnya mereka telah dianiaya. Dansesungguhnya Allah benar-benar MahaKuasa menolong mereka itu, yaitu orang-orang yang telah diusir dari kampunghalaman mereka tanpa alasan yang benar,kecuali karena mereka berkata “Tuhankami hanya Allah”. Dan sekiranya Allahtiada menolak keganasan sebagianmanusia dengan sebagian yang lain,tentulah telah dirobohkan biara -biaraNasrani, gereja-gereja, sinagog-sinagogkaum Yahudi dan masjid-masjid, yang didalamnya banyak disebut nama Allah”.Seluruh surat at-Taubah yangdiidentifikasi oleh Ibn Katsir diwahyukanpada tahun kesembilan hijrah, yaknisekitar tahun 631 M, secara umumditerima sebagai surat yang diturunkanmenjelang penutupan pewahyuan al-Qur’an. Ayat-ayat dalam surat ini, sepertiayat 5, 12, 29, 36, 73, dan 123, berisipembenaran paling jelas bagi penggunaankekuatan untuk melawan non-muslim dansecara umum telah mrngganti nasakhayat-ayat tertentu yang melarang ataumembatasi penggunaan ayat 5 surat ini dikatakan telahmengganti lebih dari seratus ayat al- POTRET PEMIKIRAN – No. 1, Januari - Juni 2016OTRET PEMIKIRAN - Jurnal Penelitian dan Pemikiran Islam – No. 1, Januari - Juni 2018urnal Penelitian dan Pemikiran Islam – No. 1, Januari - Juni 2018Qur’an yang semula memerintahkan umatIslam untuk menggunakan cara damai danargumentasi untuk meyakinkan orang-orang kafir agar memeluk kesimpulan dapat ditarikdari telaah terhadap al-Qur’anmenyangkut penggunaan kekuatan olehkaum muslim terhadap pertama, adalah bahwa hal inisecara eksklusif sebagai fenomenaMadinah berhubungan dengan periodeMadinah setelah nabi hijrah dari Makkah.Sebaliknya, sebagian besar ayat al-Qur’anyang mempersilakan kebebasan memilihdalam kepercayaan dan kesamaankonsekuensi dan tidak melakukandiskriminasi terhadap non-muslim dalammasalah hukum jika diimplementasikan didalam syari’ah, adalah ayat-ayat periodeMakkah. Sebelum hijrah ke Madinah tahun622 M, tidak ada keabsahan hukum dalamal-Qur’an untuk menggunakan kekuatanterhadap kedua, ada suatuprogres di dalam pembenaran al-Qur’anterhadap penggunaan kekuatan oleh kaummuslim untuk melawan non-muslim daripenggunaan kekuatan untukmempertahankan diri sampai penggunaankekuatan dalam penyebaran Islam. Tetapikarena al-Qur’an surat al-Taubah di antarawahyu terakhir, diambil oleh beberapa ahlihokum muslim untuk menghapus, ataudihapus untuk tujuan syari’ah, seluruhpewahyuan dengan jelas tidak sesuaidengan ayat-ayat al-Qur’ ketiga, Penggunaankekuatan tidak diijinkan kecuali untukmempertahankan diri dan menyebarkanIslam. Sejumlah penulis modernmengklaim bahwa syari’ah mengijinkanpenggunaan kekuatan hanya untuk7Lihat Zayd, al-Naskh fil al-Qur’an al-Karim,1289-501-83; dan Ahmad Hasan, The EarlyDevelopment of Islamic Jurisprudence, h. diri. Klaim ini tidak adadasar fakta baik di dalam al-Qur’anmaupun sunnah. Sampai menjelangwafatnya nabi, pembenaran penggunaankekuatan dalam menyebarkan Islam samaseperti mempertahankan diri. Tidakmasuk akal untuk menyatakan bahwaumat Islam awal sedang dalam keadaanmempertahankan diri ketika merekamenaklukan dan memerintah seluruhwilayah Syria, Irak, Afrika bagian Utaradan Spanyol bagian Selatan di Barat danPersia, serta India bagian Utara di dengan jelas ditunjukkan olehpraktek nabi terakhir dan parakhalifahnya, demikian juga sejarahekspansi Islam, syrai’ah membatasi danmengatur penggunaan kekuatan olehkaum muslim terhadap non-muslim, tidakhanya dalam mempertahankan diri,melainkan juga sebagai sarana demikian, banyak kitatemukan riwayat dari nabi dan khalifahsesudahnya, yang memerintahkan tentaramuslim untuk menawarkan kesempatanpihak non-muslim untuk memeluk mereka menerima tawaran itu, tidakboleh menggunakan kekuatan untukmelawan mereka. Jika pihak non-muslimmenolak ajakan muslim untuk memelukIslam, dan kebetulan mereka Ahli Kitab,maka mereka ditawarkan pada pilihankedua, dimasukkan pada posisi dzimmahdengan kaum muslim, dengan syaratmereka setuju membayar jizyah, dantunduk kepada kedaulatan umat Islamdengan imbalan jaminan jiwa dan hartabenda mereka, serta dibolehkanmempraktekan agama mereka sertamenerapkan hukum mereka KesimpulanPeriode Makkah dan Madinahternyata bukan sekadar rentang tempatdan waktu locus dan tempus semata, KONSEP MAKIYAH DAN MADANIYAH DALAM AL-QUR’AN – M. Bekti Khudari Lantongtetapi ia – dengan konteks dan kulturmasyarakat tempat turunya yang berbeda– berakibat pada pemaknaan danpenafsiran yang berbeda pula terhadap al-Qur’an. Sehingga, sejatinya penafsiranterhadap al-Qur’an bukanlah sesuatu yangsudah “final”, melainkan bersifat dinamis,sesuai dinamika dan konteks kehidupanmanusia itu sendiri. Wa Allah a’lam bi PUSTAKAAmal, Taufik Adnan, Rekonstruksi SejarahAl-Qur’an, Yogyakarta FkBA, 2000An-Na’im, Abdullah Ahmed, DekonstruksiSyari’ah Wacana Kebebasan Sipil,HAM dan Hubungan Internasionaldalam Islam Yogyakarta LKiS,1994Haykal, Muhammad Husayn, The Life ofMuhammad, terj. Isma’il al-Faruqi,Indianapolis American TrustPublication, 1976Khadduri, Madjid, and Herbert Liebesny,Law in the Middle East, Middle East Institute, 1955Taha, Mahmoud Mohamed, The SecondMessage of Islam, Syracuse Syracuse University Press, 1987 ... According to Abdullahi Ahmed An-Na'im, the message contained in the Makkiyah verses is an eternal and fundamental message of Islam, which emphasizes the inherent dignity of all humanity, without distinguishing gender gender, religious beliefs, and race. Whereas the message of Medina is a practical and realistic compromise when the highest level of the message of Mecca is unacceptable to the seventh-century historical society of M. [3]. ...Al-Qur'an is the holy book of Muslims whose information is eternal and has miracles that can always be proven by the progress of science and technology that is fast and powerful. The Qur'anic revelation revealed to the Prophet Muhammad for about 23 years left a long, special footprint in the cities of Mecca and Medina. In this Centennial era, some Muslims were preoccupied with technological advances which sometimes led to the neglect of the Qur'an. So that the crisis of knowledge of generations of Muslims about the footsteps of the Prophet Muhammad in receiving the revelation of the Qur'an is very little, This is very dangerous for the unity of Muslims. So that with technological advances we also attract the interest of young people to learn the Qur'an. Augmented Reality technology with the Marker-based tracking method utilizes Qr Code and the use of agile development methods and design using UML so that application developers can produce Augmented Reality applications that can show traces of the decline of the Qur'an in Mecca and Medina. The appearance of Mecca and Medina in the form of 3 dimensions along with asbabunnuzul information causes interest and ease for someone to study the verses of the Qur'an. It is hoped that this application helps to facilitate the generation of Islam in learning and understanding ayat of the Qur' Hakim Afriadi PutraTurunnya al-Qur’an kepada nabi Muhammad secara berangsur-angsur menyiratkan makna khusus yang terkandung di dalamnya. Periodesasi ini sesuai dengan perjalanan dakwah Rasulullah selama di kota Mekah dan Madinah dalam kurun waktu lebih kurang 23 tahun. Artikel ini akan mengkaji dan menganalisa salah satu pisau analisis dalam menafsirkan al-Qur’an, yaitu signifikansi Makkiyah dan Madaniyah. Melaui artikel ini penulis ingin membuktikan bahwa kajian ulumul qur’an tidak hanya berputar pada wilayah normatif dengan kajian yang cenderung stagnan. Akan tetapi kajian ulumul qur’an berkembang dinamis dengan adanya pendekatan historis-filosofis yang penulis gunakan dalam artikel ini. Melalui signifikansi Makkiyah dan Madaniyah ini terlihat bahwa al-Qur’an menerapkan hukum terhadap sesuatu secara gradual sesuai dengan mukhatab yang dihadapi oleh Rasulullah. Khamr pada mulanya dalam ayat Makkiyah tidak disebutkan pengharamannya secara tegas. Namun pada ayat Madaniyah khamr secara tegas Misbahul HudaAbstrakAl-Qur’an sebagai kitab pedoman bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat, menjadikannya sebagai teks yang harus dikaji dengan serius. Sifat universalitas dan kompleksitas yang dikandung al-Qur’an menuntut para ulama untuk merumuskan teori, pendekatan, atau kaidah-kaidah yang perlu dijadikan landasan dalam memaknai al-Qur’an. Maka dari itu, para ulama mencoba untuk mengklasifikasikan dalam bentuk ilmu-ilmu al-Qur’an. Salah satu ilmu al-Qur’an yang digunakan dalam memahami makna dari al-Qur;an adalah ilmu tentang Makkiyah dan Madaniyah. Seiring berkembangnya zaman, dalam merumuskan teori, pendekatan, atau kaidah-kaidah dalam menentukan Makkiyah dan Madaniyah dituntut harus lebih elastis dan fleksibel. Maka dari itu, salah satu ulama yang bernama Fazlur Rahman menawarkan sebuah pendekatan yang nantinya akan terjalin pertautan antara teks al-Qur’an, konteks sejarah dan kondisi, dan kontekstual situasi yang sedang dihadapi, pendekatan tersebut adalah pendekatan historis-sosiologis. Akan tetapi, satu hal yang perlu dipahami adalah al-Qur’an “wahyu” sampai kapan pun tidak akan berubah, yang berubah hanya cara dalam memaknai al-Qur’an itu has not been able to resolve any references for this publication. MakiyahMadaniyah Diposting oleh PBA Membedakan antara nasikh dan mansukh ketika terdapat dua buah ayat makkiyah dan madaniyah, maka lengkaplah syarat-syarat nasakh karena ayat madaniyah adalah sebagai nasikh (penghapus) ayat makkiyah disebabkan ayat madaniyah turun setelah ayat makkiyah. Dari uraian makalah ini maka dapat diambil